Selasa, 19 Maret 2013

IDENTIFIKASI AREA KUNCI


Setelah minggu lalu kita belajar tentang pemahan entitas yang akan diaudit, mulai dari strukut organisasi hingga visi dan misi, sekarang kita akan belajar tentang bagaimana cara menentukan area kunci (key area) dalam audit kinerja pemerintah. Dalam studi kali ini, saya akan mengambil contoh Audit kinerja yang dilakukan pada Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan dengan mengacu pada Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan Tahun 2011 yang telah ada.

Audit kinerja tidak mengaudit seluruh akun (perkiraan) dan seluruh area atau kegiatan auditee. Audit kinerja ditujukan pada bidang-bidang tertentu yang dianggap sangat menentukan keberhasilan/kinerja entitas yang diaudit, yang disebut sebagai area kunci.
Pemilihan area kunci yang terlalu luas akan mengakibatkan hasil audit terlalu terlalu luas dan tidak ‘bulat’ sehingga rekomendasi yang diberikan oleh auditor tidak tajam dan tidak menyentuh pokok permasalahan yang dihadapi oleh auditee. Namun sebaliknya lingkup audit yang terlalu sempit dapat mengakibatkan temuan dan rekomendasi audit tidak mewakili permasalahan yang ada pada auditee. Dengan demikian, tahap identifkasi area kunci merupakan tahap yang paling kritis dan menentukan dalam pelaksanaan audit kinerja.
Pemilihan area kunci harus dilakukan mengingat luasnya bidang, program, dan kegiatan pada entitas yang diaudit sehingga tidak mungkin melakukan audit di seluruh area entitas. Pemilihan area kunci yang tepat memungkinkan penggunaan sumber daya audit secara lebih efisien dan efektif karena dapat memfokuskan sumber daya pada area audit yang memiliki nilai tambah yang maksimum.
Penentuan area kunci dapat dilakukan berdasarkan faktor pemilihan yang terdiri dari:
a)      Risiko manajemen;
Yaitu risiko yang ditanggung manajemen terkait dengan aspek ekonomi, efisiensi, dan efektivitas.
b)      Signifikansi
Konsep signifikansi hampir sama dengan materialitas dalam adudit keuangan. Signifikansi bergantung pada apakah suatu kegiatan dalam suatu area audit secara komparatif memiliki pengaruh yang besar terhadap kegiatan lainnya dalam objek audit secara keseluruhan.
c)      Dampak audit
Dampak audit merupakan nilai tambah yang diharapkan. dari audit tersebut, yaitu suatu perubahan dan perbaikan yang dapat meningkatkan ‘3E’. Dampak audit juga dapat ditinjau dari aspek ekonomi; aspek efisiensi; aspek efektivitas; peningkatan perencanaan, pengendalian, dan manajemen; peningkatan akuntabilitas; serta peningkatan mutu pelayanan
d)     Auditabilitas
Auditabilitas berkaitan dengan kemampuan tim audit untuk melaksanakan sesuai dengan standar profesi. Berbagai keadaan dapat menyebabkan auditor memutuskan untuk tidak melakukan audit dalam area tertentu, walaupun hal tersebut sangat signifikan, dapat terjadi.

Pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan program sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi Sekretariat Jenderal. Pengukuran kinerja dimaksud merupakan hasil dari suatu penilaian yang didasarkan pada Indikator Kinerja Utama (IKU) yang telah diidentifikasikan untuk tercapainya sasaran-sasaran strategis dan tujuan strategis sebagaimana ditetapkan dalam Peta Strategi Sekretariat Jenderal yang menjadi kontrak kinerja. Berikut merupakan kesebelas sasaran strategis LAKIP Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan 2011 yang akan menjadi area audit potensial dalam kasus ini.
      1.      Penggerak Utama Transformasi Kelembagaan
2.      Pembentukan SDM yang berkompetensi tinggi
3.      Pengembangan Organisasi yang Andal
4.      Sistem Pertukaran Data Eletronik yang Menyeluruh
5.      Pengelolaan Anggaran yang Optimal
6.      Dukungan Layanan Kesekretariatan yang Optima
7.   Peningkatan Pelaksanaan Tugas Lainnya
8.      Pengembangan SDM Setjen yang Berkompetensi Tinggi
9.      Pengembangan Organisasi Setjen yang Andal
10.  Pengelolaan Layanan TIK yang Prima
11.  Pengelolaan Anggaran Setjen yang Optimal
Dari kesebelas area audit potensial yang ada ini, area audit potensial yang akan dipilih lebih ditekankan pada sasaran strategis nomor 1 yaitu ‘Penggerak utama transformasi kelembagaan’ karena menurut hasil skoring sasaran strategis ini memiliki realisasi yang kurang baik.

Setelah menentukan area audit potensial, maka selanjutnya kita harus menentukan area kunci yang akan digunakan. Dalam kasus ini, area kunci yang akan diambil adalah:
1.      Area penyusunan kebijakan pengelolaan kinerja individu/pegawai
Karena persentase pencapain targetnya hanya mencapai 82,50%.
Komponen IKU ini adalah penyelesaian Rancangan Keputusan Menteri Keuangan (RKMK) mengenai Pengelolaan Kinerja (bobot 35%), pelaksanaan sosialisasi RKMK (bobot 30%), serta penyusunan RKMK terkait tunjangan pegawai (bobot 35%). Keputusan Menteri Keuangan (KMK) mengenai pengelolaan kinerja sudah ditetapkan oleh Menteri Keuangan pada tanggal 30 Desember 2011 melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 454/KMK.1/2011 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan. Sosialisasi KMK ini juga telah dilaksanakan melalui kegiatan Workshop ToT KMK Penilaian Kinerja dan kegiatan sosialisasi di unit eselon I (100%). Sementara itu KMK mengenai tunjangan pegawai masih dalam proses penyusunan draft, sehingga hanya dapat terealisasi sebesar 50% dari bobot 35%, yakni sebesar 17,5%. Sehingga, capaian keseluruhan IKU penyusunan kebijakan pengelolaan kinerja individu/pegawai tahun 2011 untuk IKU ini adalah sebesar 82,50%.
Unit-unit yang terkait dalam IKU ini terutama dalam penyusunan RKMK tersebut adalah Pushaka, Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan, Biro Sumber Daya Manusia, dan Biro Perencanaan dan Keuangan.
2.      Area pencapaian roadmap Sekretariat Jenderal
Karena persentase pencapaian targetnya hanya mencapai 98,43%.
IKU tersebut merupakan IKU gabungan dari 3 unit eselon II, yaitu Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan, Biro Sumber Daya Manusia, dan Biro Perencanaan dan Keuangan, yang realisasinya merupakan rata-rata dari nilai capaian ketiga unit eselon II dimaksud. Periode pelaporannya adalah tahunan.
Biro Sumber Daya Manusia memperoleh nilai capaian 95,74% dimana pengukuran capaian Roadmap pada bidang Pembinaan dan Pengelolaan SDM merupakan gabungan dari seluruh IKU Kepala Biro SDM. Sementara itu, Biro Perencanaan dan Keuangan belum memperoleh nilai capaian 100%, dimana nilai capaian diukur dari rancangan Roadmap dikarenakan sampai tanggal 31 Desember 2011 Roadmap Kementerian Keuangan belum ditetapkan. Biro Organisasi dan Ketatalaksaan memperoleh nilai capaian 99.54%.

Dikarenakan kedua sasaran strategis ini pencapainnya kurang dari 100%, maka dipilih sebagai area kunci (key area).


Referensi:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 184/PMK.01/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN KEUANGAN

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan Sekretariat Jenderal Kementrian Keuangan Tahun 2011

Rai, I Gusti Agung. 2008. Audit Kinerja pada Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat.

Senin, 11 Maret 2013

SEKRETARIAT JENDERAL



Pasti teman-teman sering mendengar kata-kata atau tulisan atau berita di televisi mengenai Sekretariat Jenderal. Sebenarnya apa sih Sekretariat Jenderal itu? Apa tugas dan fungsinya? Lalu susunan organisasinya seperti apa? Pada tulisan kali ini saya ingin membagikan informasi kepada kalian tentang seluk beluk mengenai Sekretariat Jenderal. Sebenarnya Sekretariat Jenderal atau biasa disingkat SETJEN itu adalah unit eselon 1 dibawah Kementerian Keuangan. Setjen biasanya dipimpin oleh Sekretaris Jenderal atau biasa disingkat SEKJEN. Nah pada tanggal 13 Januari 2012 lalu, Menteri Keuangan, Agus Martowardojo, telah melantik seorang sekjen yang bernama Kiagus Ahmad Badaruddin. Setjen ini lokasinya hanya ada di Jakarta tepatnya di Komplek Kementerian Keuangan di daerah Lapangan Banteng Jalan Dr. Wahidin 1 Jakarta. Namun, untuk pengelolaan Gedung Keuangan Negara (GKN) di beberapa propinsi, Setjen memiliki unit didaerah yang secara tanggung jawabnya ada di Biro Umum.

Apa tugas dan fungsi dari Sekretariat Jenderal itu sendiri?

Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, Sekretariat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas,
pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di
lingkungan Kementerian Keuangan. Selain itu, Sekretariat Jenderal memiliki fungsi-fungsi :
  1. koordinasi kegiatan Kementerian Keuangan
  2. koordinasi dan penyusunan rencana dan program Kementerian Keuangan
  3. pembinaan dan pemberian dukungan administrasi yang meliputi ketatausahaan,
    kepegawaian, keuangan, kerumahtanggaan, arsip, dan dokumentasi Kementerian
    Keuangan
  4. pembinaan dan penyelenggaraan organisasi dan tata laksana, kerja sama, dan hubungan
    masyarakat
  5. koordinasi dan penyusunan peraturan perundang-undangan dan bantuan hukum
  6. penyelenggaraan pengelolaan barang milik/kekayaan negara, dan
  7. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Menteri Keuangan.

Bagaimana struktur organisasi dalam Sekretariat Jenderal itu sendiri?

Sekretariat Jenderal itu sendiri terdiri dari :
  1. Biro Perencanaan dan Keuangan;
  2. Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan;
  3. Biro Hukum;
  4. Biro Bantuan Hukum;
  5. Biro Sumber Daya Manusia;
  6. Biro Komunikasi dan Layanan Informasi;
  7. Biro Perlengkapan; dan
  8. Biro Umum.

A. Biro Perencanaan dan Keuangan
Biro Perencanaan dan Keuangan mempunyai tugas menyiapkan penyusunan rencana jangka menengah, jangka pendek, strategis, dan rencana kerja tahunan, mengolah, menelaah, dan mengkoordinasikan perumusan kebijakan yang berhubungan dengan kegiatan Kementerian, penyusunan anggaran Kementerian, pengelolaan dan pembinaan perbendaharaan Kementerian, dan melaksanakan sistem akuntansi dan menyusun Laporan Keuangan Kementerian. 
Dalam melaksanakan tugas, Biro Perencanaan dan Keuangan menyelenggarakan fungsi:
  1. penyiapan penyusunan rencana jangka menengah, jangka pendek, dan strategis kementerian serta pemantauan dan evaluasi pelaksanaannya;
  2. penyiapan bahan dan penyusunan anggaran pendapatan dan belanja Kementerian;
  3. pengelolaan dan pembinaan perbendaharaan Kementerian;
  4. pelaksanaan akuntansi anggaran Kementerian serta pelaporan keuangan kementerian; dan
  5. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga biro.

B. Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan
Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan mempunyai tugas melaksanakan pembinaan dan penataan organisasi, tata laksana, dan jabatan fungsional pada semua satuan organisasi di lingkungan Kementerian.
Dalam melaksanakan tugas, Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan menyelenggarakan fungsi:
  1. pembinaan, koordinasi, evaluasi, dan monitoring organisasi, analisis jabatan, dan peningkatan kinerja organisasi;
  2. pembinaan, koordinasi, evaluasi, dan monitoring sistem dan prosedur kerja, sistem administrasi umum, tata laksana pelayanan publik, dan penyusunan laporan akuntabilitas kinerja;
  3. pembinaan, koordinasi, evaluasi, dan monitoring jabatan fungsional; dan
  4. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga biro.

C. Biro Hukum
Biro Hukum mempunyai tugas mengkoordinasikan dan melaksanakan perumusan peraturan perundang-undangan dan memberikan pertimbangan hukum dalam rangka penyelesaian masalah hukum yang berkaitan dengan tugas Kementerian.
  1. Dalam melaksanakan tugas, Biro Hukum menyelenggarakan fungsi:perumusan dan penelaahan rancangan peraturan perundang-undangan serta penyiapan bahan pertimbangan hukum dalam rangka penyelesaian masalah hukum di bidang pajak, kepabeanan dan cukai;
  2. perumusan dan penelaahan rancangan peraturan perundang-undangan serta penyiapan bahan pertimbangan hukum dalam rangka penyelesaian masalah hukum di bidang anggaran, perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, perbendaharaan, dan penerimaan negara bukan pajak;
  3. perumusan dan penelaahan rancangan peraturan perundang-undangan serta penyiapan bahan pertimbangan hukum dalam rangka penyelesaian masalah hukum di bidang kekayaan negara, perusahaan, lelang, dan penyusunan dokumentasi dan informasi peraturan perundang-undangan, serta pengelolaan perpustakaan hukum;
  4. perumusan dan penelaahan rancangan peraturan perundang-undangan serta penyiapan bahan pertimbangan hukum dalam rangka penyelesaian masalah hukum di bidang pengelolaan utang;
  5. perumusan dan penelaahan rancangan peraturan perundang-undangan serta penyiapan bahan pertimbangan hukum dalam rangka penyelesaian masalah hukum di bidang jasa keuangan dan perjanjian; dan
  6. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga biro.

D. Biro Bantuan Hukum
Biro Bantuan Hukum mempunyai tugas mengkoordinasikan dan melaksanakan penelaahaan kasus hukum, memberikan bantuan hukum, pendapat hukum, pertimbangan hukum yang berkaitan dengan tugas Kementerian, eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Bank Dalam Likuidasi (BDL), Hak Uji Materiil dan Sengketa Kepegawaian, serta Sengketa Internasional, Arbitrase, pemulihan aset negara dan menganalisa peraturan perundang-undangan terkait tugas Kementerian.
Dalam melaksanakan tugas, Biro Bantuan Hukum menyelenggarakan fungsi:
  1. penelaahan kasus hukum dan pemberian bantuan hukum kepada semua unit kerja di lingkungan Kementerian;
  2. penelaahan kasus hukum dan pemberian bantuan hukum menyangkut eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional;
  3. penelaahan kasus hukum dan pemberian bantuan hukum menyangkut Hak Uji Materiil, sengketa eks Bank Dalam Likuidasi (BDL), sengketa Internasional, arbitrase, dan kepegawaian;
  4. penelaahan kasus hukum dan pemberian bantuan hukum menyangkut pemulihan aset negara atas putusan pengadilan, tuntutan ganti rugi atas putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, menyelesaikan perkara perdata atas klaim aset yang terdapat di Kementerian/Lembaga/BUMN/BUMD, penanganan perkara di lingkup pengadilan niaga dan peradilan pajak serta menganalisa peraturan perundang-undangan terkait tugas Kementerian yang berpotensi menimbulkan pelanggaran/gugatan; dan
  5. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga biro.

E. Biro Sumber Daya Manusia
Biro Sumber Daya Manusia yang selanjutnya dalam Peraturan ini disebut Biro SDM mempunyai tugas melaksanakan dan mengkoordinasikan penyiapan pembinaan dan pengelolaan sumber daya manusia di lingkungan Kementerian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 
Dalam melaksanakan tugas, Biro SDM menyelenggarakan fungsi:
  1. penyusunan rencana kebutuhan sumber daya manusia, penyusunan formasi, pelaksanaan pengadaan, penempatan dan pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil/Pegawai Negeri Sipil;
  2. pengelolaan Assessment Center Kementerian Keuangan;
  3. pengembangan sumber daya manusia Kementerian Keuangan dan manajemen kinerja pegawai;
  4. pengelolaan sistem manajemen talenta;
  5. pengembangan, manajemen, dan pelayanan sistem informasi manajemen sumber daya manusia Kementerian Keuangan serta manajemen naskah dan dokumen pegawai Kementerian Keuangan;
  6. penyelesaian mutasi jabatan, dan kepangkatan pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan;
  7. pengelolaan kesejahteraan, perijinan, dan pengkoordinasian pemberian penghargaan pegawai;
  8. penerapan penegakan disiplin dan penyelesaian kasus kepegawaian di lingkungan
    Kementerian Keuangan;
  9. penyelesaian pemberhentian dan pemberian pensiun pegawai;
  10. penyusunan, diseminasi, penerapan, dan mengkoordinasikan evaluasi regulasi di bidang
    kepegawaian; dan
  11. pelaksanaan tata usaha dan rumah tangga biro.
F. Biro Komunikasi dan Layanan Informasi
Biro Komunikasi dan Layanan Informasi mempunyai tugas mengkoordinasikan aktivitas komunikasi, layanan informasi kebijakan pengelolaan keuangan dan kekayaan negara serta kebijakan Kementerian Keuangan di bidang lainnya kepada para stakeholders, penyelenggaraan rapat pimpinan dan pembahasan RUU, penyusunan strategi komunikasi kehumasan, penyusunan program komunikasi publik, monitoring opini publik, pengelolaan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID), dan pengelolaan pusat referensi
Kementerian Keuangan.
Dalam menyelenggarakan tugas, Biro Komnikasi dan Layanan Informasi mempunyai fungsi:
    1. koordinasi penyusunan dan pelaksanaan strategi komunikasi kehumasan secara terpadu dan berkelanjutan;
    2. edukasi publik mengenai peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang keuangan dan kekayaan negara;
    3. pemantauan, analisis, dan rekomendasi atas perkembangan opini publik;
    4. evaluasi program komunikasi publik, pengukuran akseptasi publik terhadap kebijakan pengelolaan keuangan dan kekayaan negara dan kebijakan Kementerian di bidang lainnya, dan peningkatan partisipasi publik;
    5. koordinasi dan pengelolaan PPID;
    6. pengelolaan data informasi kehumasan Kementerian;
    7. pembinaan hubungan dan pelayanan informasi keuangan dan kekayaan negara serta kebijakan pengelolaan keuangan negara dan kebijakan Kementerian di bidang lainnya dan hasil pelaksanaannya kepada lembaga negara, lembaga pemerintah, organisasi kemasyarakatan, dan organisasi profesi;
    8. pembinaan hubungan dan pelayanan informasi keuangan dan kekayaan negara serta
      kebijakan pengelolaan keuangan dan kekayaan negara serta kebijakan Kementerian di
      bidang lainnya dan hasil pelaksanaannya kepada media cetak dan media elektronik;
    9. pembinaan hubungan dan pelayanan informasi keuangan dan kekayaan negara serta
      kebijakan pengelolaan keuangan dan kekayaan negara serta kebijakan Kementerian di
      bidang lainnya dan hasil pelaksanaannya kepada media asing dan media institusi
      internasional;
    10. koordinasi penyelenggaraan rapat kerja dan pembahasan rancangan undang-undang
      bidang keuangan dengan Dewan Perwakilan Rakyat;
    11. penyelenggaraan penerbitan, publikasi elektronik, desk informasi dan call center;
    12. perencanaan, pengembangan, pengelolaan serta layanan referensi dan
      perpustakaan; dan
    13. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga biro.
    G. Biro Perlengkapan 
    Biro Perlengkapan mempunyai tugas melaksanakan pembinaan administrasi dan pengelolaan perlengkapan/kekayaan Kementerian berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. 
    Dalam melaksanakan tugas, Biro Perlengkapan menyelenggarakan fungsi
    1. analisis, penyusunan dan penyiapan pembinaan administrasi serta penyusunan petunjuk teknis rencana kebutuhan Barang Milik Negara (BMN) bagi seluruh satuan organisasi di lingkungan kementerian serta analisis dan evaluasi penyusunan rencana kebutuhan Unit Eselon I Sekretariat Jenderal berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
    2. analisis, penyusunan dan penyiapan pembinaan administrasi serta penyusunan petunjuk teknis pengadaan kementerian, serta penyiapan dokumen pelaksanaan dan pelaporan pelaksanaan pengadaan barang/jasa bagi seluruh satuan organisasi di lingkungan kementerian;
    3. analisis, penyusunan dan penyiapan pembinaan administrasi serta penyusunan petunjuk teknis pengelolaan BMN kementerian, bagi seluruh satuan organisasi di lingkungan kementerian serta analisis dan evaluasi pengelolaan BMN Unit Eselon I Sekretariat Jenderal berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
    4. analisis, pelaksanaan serta penyusunan petunjuk teknis penatausahaan BMN kementerian serta analisis dan evaluasi penatausahaan BMN Unit Eselon I Sekretariat Jenderal berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
    5. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga biro.

    H. Biro Umum
    Biro Umum mempunyai tugas membina pelaksanaan ketatausahaan Kementerian dan melaksanakan urusan tata usaha, rumah tangga serta pemberian pelayanan pelaksanaan tugas kantor pusat Kementerian.
    Dalam melaksanakan tugas, Biro Umum menyelenggarakan fungsi:
    1. pembinaan dan pelaksanaan urusan tata usaha Kementerian, kearsipan, kesehatan pegawai, dan tata usaha perjalanan dinas Kementerian Keuangan;
    2. pelaksanaan dukungan program dan kegiatan serta tata usaha Sekretaris Jenderal, Staf
      Ahli, dan Staf Khusus Menteri, pengelolaan Indikator Kinerja Utama dan Manajemen
      Risiko di lingkungan Sekretariat Jenderal, serta urusan protokol dan akomodasi;
    3. pelaksanaan urusan perencanaan anggaran, perbendaharaan, akuntansi dan pelaporan
      dan pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak lingkup Sekretariat Jenderal
      Kementerian Keuangan;
    4. pelaksanaan urusan pengadaan, penyimpanan dan distribusi perlengkapan, dan
      pentausahaan barang milik negara di lingkungan sekretariat Jenderal, serta urusan
      pencetakan dan penggandaan;
    5. melaksanakan urusan dalam, pemeliharaan peralatan, dan keamanan dalam, serta
      pengelolaan telekomunikasi dan kendaraan dinas; dan
    6. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga biro.

    Senin, 25 Februari 2013

    TRADE OFF ANTARA EFISIENSI DAN KEADILAN (EQUITY)

    Teman-teman pasti sering mendengar kata-kata trade off, efisiensi maupun keadilan. Tetapi kebanyakan kalian tidak tahu apa arti dari masing-masing kata itu. Mari kita bahas satu persatu arti dari 3 kata tersebut kemudian hubungan yang ditimbulkan dari trade off antara efisiensi dan keadilan

    Apa sih yang dimaksud dengan trade off, efisiensi atau keadilan?

    Pada dasarnya, setiap manusia pernah menghadapi yang namanya trade off. Trade off itu sendiri didefinisikan sebagai ituasi dimana seseorang harus membuat keputusan terhadap dua hal atau lebih, mengorbankan/kehilangan suatu aspek dengan alasan tertentu untuk memperoleh aspek lain dengan kualitas yang berbeda sebagai pilihan yang diambil. Contohnya Pada hari Sabtu, Denta dihadapkan pada 2 pilihan yaitu: pulang kampung atau mengikuti kegiatan seminar mahasiswa Akuntansi. Jika Denta memilih pulang kampung, ia akan bahagia karena dapat melepas rindu dengan keluarganya tercinta. Tetapi, ia juga akan mengeluarkan biaya transportasi sekitar Rp. 50.000,00. Dan jika Denta memilih untuk mengikuti kegiatan seminar, ia akan mendapat wawasan dan pengalaman lebih yang berguna bagi kehidupannya. Dan uang yang dikeluarkan untuk mengikuti seminar sebesar Rp. 20.000,00. Misalkan dalam situasi ini, Denta memilih untuk mengikuti kegiatan seminar. Maka yang dikatakan trade off adalah pilihan untuk pulang kampung, karena pilihan tersebut telah dikorbankan demi mengikuti kegiatan seminar.  

    Efisien menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu tepat atau sesuai untuk mengerjakan (menghasilkan) sesuatu (dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga, biaya),  mampu menjalankan tugas dengan tepat dan cermat,  berdaya guna, bertepat guna. Sedangkan efisiensi adalah penggunaan sumber daya secara minimum guna pencapaian hasil yang optimum. Efisiensi menganggap bahwa tujuan-tujuan yang benar telah ditentukan dan berusaha untuk mencari cara-cara yang paling baik untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Efisiensi hanya dapat dievaluasi dengan penilaian-penilaian relatif, membandingkan antara masukan dan keluaran yang diterima. Misalnya suatu pekerjaan dapat dikerjakan dengan cara A dan cara B. Untuk cara A dapat dikerjakan selama 1 jam sedangkan cara B dikerjakan dengan waktu 3 jam. dengan begitu dengan cara A (cara yang benar) baru bisa dikatakan cara yang efisien bila dibandingkan dengan cara B. Efisien lebih kearah melakukan sesuatu dengan benar (do the thing right)

    Keadilan menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) berarti sifat perbuatan perlakuan yang adil. Jadi dapat disimpulkan keailan ialah sebagai perlakuan atau perbuatan yang dalam pelaksanaannya memberikan kepada pihak lain sesuatu yang semestinya harus diterimanya. Dalam pengertian itu terkandung makna untuk melaksanakan hak dan kewajiban tanpa mengalami atau adanya paksaan.
    Keadilan merupakan suatu hasil pengambilan keputusan yang mengandung kebenaran, tidak memihak, dapat dipertanggung jawabkan, dan memperlakukan setiap orang pada kedudukan yang sama dihadapan hukum. 

    Lantas, apa hubungannya trade off antara efisiensi dengan keadilan?

    Melihat dari definisi diatas, maka efisiensi sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.  Tetapi bagaimana jika efisiensi menjadi satu konsep dengan keadilan, efisiensi berkeadilan, dan itu ada dalam ranah bangunan perekonomian nasional? Di mana perekonomian nasional yang tercantum dalam sebuah Undang-undang Dasar akan selalu mengandaikan adanya kepentingan nasional di sini?
    Problematika antara efisiensi dan keadilan, seperti yang ditunjukkan oleh Arthur M. Okun dalam bukunya Equality and Efficiency: The Big Tradeoff (1975), seperti dikutip oleh Mathis:
    “… the antagonism between efficiency and distributive justice as the greatest socioeconomics goal conflict of all, because the concept of efficiency follows the principle of the insatiability of needs: This concept of efficiency implies that more is better, insofar as the ‘more’ consists of items that people want to buy” 
    Tetapi di satu pihak, seperti contoh di atas yaitu pengelolaan pelabuhan yang tidak efisien, pada ujungnya adalah juga terkait dengan ketidak-adilan bagi para pengusaha pengguna jasa pelabuhan. Atau contoh lain yaitu penghamburan budget negara untuk pembelian mobil-mobil dinas yang mewah, padahal keperluan perbaikan sekolah-sekolah bagi rakyat masih diperlukan. Dengan mengambil salah satu contoh yang terjadi di Swiss, Klaus Mathis kemudian menarik kesimpulan bahwa efisiensi adalah selalu menjadi salah satu aturan atau bagian dari keadilan.
    Banyak aspek yang sebenarnya terkait dengan konsep efisiensi dan konsep keadilan, dan juga problematika di antara keduanya, seperti yang dikatakan oleh Mathis, ada tiga kemungkinan ketika efisiensi dan keadilan yang keduanya mempunyai tujuannya masing-masing, disandingkan, yaitu (1) terjadi harmoni, (2) netral, dan (3) munculnya konflik diantara tujuan-tujuan keduanya. Hal ini ditegaskan oleh Mathis dengan mengutip pendapat Arthur M. Okun:
    "[The] tradeoff […] between equality and efficiency […] is, in my view, our biggest socioeconomic tradeoff, and it plagues us in dozens of dimension of social policy. We can’t have our cake market efficiency and share it equally”
    Contohnya seandainya anda punya uang 100 ribu rupiah untuk diberikan. Datang ke anda X dan Y yang memerlukan bantuan. X sedang kelaparan, 2 hari tidak makan, dan tidak punya ongkos pulang. Y adalah pedagang pisang goreng yang sedang laris2nya dan membutuhkan tambahan modal. Dengan tambahan 100 ribu Y bisa mendapatkan keuntungan yang signifikan lebih besar sehingga bisa mendapat tambahan dana untuk menghidupi keluarganya. Pertanyaannya: kepada siapa uang itu akan anda berikan? Jika anda berikan pada X, maka anda bersikap "adil". X sangat membutuhkannya saat ini juga, Y masih bisa menunggu (entah kapan). Jika anda berikan pada Y, maka anda memilih efisiensi sebagai dasar keputusan anda. Dengan resource yang sama, Y akan menghasilkan output yang lebih besar dibanding jika uang itu diberikan pada X.
    Di sini kita lihat ada trade-off antara efficiency dan equity. Saya tidak hendak membahas mana yang terbaik tetapi hanya ingin menunjukkan bahwa dalam hampir semua hal efficiency itu bekerja berlawanan arah dengan equity (keadilan). Dalam keputusan publik, pemerintah suatu saat berhak memilih equity sebagai
    argumen keputusannya. Dalam hal ini tak usah teriak soal efisiensi, minimalkan saja inefisiensinya dan terimalah keputusan itu sebagai keputusan politis negara.

    Minggu, 17 Februari 2013

    AUDIT KINERJA SEKTOR PEMERINTAH

      Audit kinerja berasal dari 2 kata yaitu "audit" dan "kinerja". Definisi audit menurut arens adalah kegiatan pengumpulan dan evaluasi terhadap bukti-bukti yang dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen untuk melaporkan dan menentukan tingkat kesesuaian antara kondisi yang ditemukan dan kriteria yang ditetapkan. Sedangkan menurut Stephen P.Robins kinerja merupakan hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang telah dilakukan dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan bersama. Selanjutnya pada pasal 4 ayat 3 UU No 15 tahnun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara mendefinisikan audit kinerja sebagai audit atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas audit aspek ekonomi dan efisiensi serta audit efektifitas. Audit kinerja (audit operasional) bertujuan untuk menilai apakah
    sumber daya ekonomi yang tersedia telah dikelola secara ekonomis,efisien, dan efektif. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai audit kinerja, alangkah baiknya kalo kita harus mengetahui apa itu Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) beserta sejarahnya.

    APIP
        Aparat Pengawas Internal Pemerintah adalah unit organisasi di lingkungan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Kementerian Negara, Lembaga Negara dan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan dalam lingkup kewenangannya. Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) terdiri dari BPKP (bertanggung jawab kepada Presiden), Itjen Departemen/LPND (bertanggungjawab kepada tiap-tiap Menteri/Pimpinan LPND), dan Inspektorat/Badan Pengawas Daerah (Bawasda) Propinsi/Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab kepada Kepala Daerah.
    Sebagaimana struktur pengawasan yang ada sekarang ini, maka fungsi pengawasan internal pemerintah disetiap tingkatan pemerintahan diperlukan keberadaannya sebagai satuan pengawas internal pemerintah agar penyelenggaraan pemerintahan berjalan dengan baik dan benar. Presiden selaku kepala pemerintahan membutuhkan informasi dan laporan hasil pengawasan dari BPKP, begitu juga dengan Gubernur maupun Bupati/Walikota juga membutuhkan informasi dan laporan hasil pengawasan dari Inspektorat/Bawasda masing-masing. Mari masing-masing kita bahas satu persatu mengenai BPKP maupun Itjen Departemen/LPND :

    SEJARAH BPKP
     
    A. Djawatan Akuntan Negara (DAN)
        Sejarah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tidak dapat dilepaskan dari sejarah panjang perkembangan lembaga pengawasan sejak sebelum era kemerdekaan. Dengan besluit Nomor 44 tanggal 31 Oktober 1936 secara eksplisit ditetapkan bahwa Djawatan Akuntan Negara (Regering Accountantsdienst) bertugas melakukan penelitian terhadap pembukuan dari berbagai perusahaan negara dan jawatan tertentu. Dengan demikian, dapat dikatakan aparat pengawasan pertama di Indonesia adalah Djawatan Akuntan Negara (DAN). Secara struktural DAN yang bertugas mengawasi pengelolaan perusahaan negara berada di bawah Thesauri Jenderal pada Kementerian Keuangan.
        Dengan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 1961 tentang Instruksi bagi Kepala Djawatan Akuntan Negara (DAN), kedudukan DAN dilepas dari Thesauri Jenderal dan ditingkatkan kedudukannya langsung di bawah Menteri Keuangan. DAN merupakan alat pemerintah yang bertugas melakukan semua pekerjaan akuntan bagi pemerintah atas semua departemen, jawatan, dan instansi di bawah kekuasaannya. Sementara itu fungsi pengawasan anggaran dilaksanakan oleh Thesauri Jenderal.

    B. Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara (DJPKN)
        Sejarah berdirinya DJPKN dimulai dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 239 Tahun 1966 yang semula diberi nama DDPKN (Direktorat Djenderal Pengawasan Keuangan Negara). Tugas DDPKN (dikenal kemudian sebagai DJPKN) meliputi pengawasan anggaran dan pengawasan badan usaha/jawatan, yang semula menjadi tugas DAN dan Thesauri Jenderal.

    DJPKN mempunyai tugas melaksanakan pengawasan seluruh pelaksanaan anggaran negara, anggaran daerah, dan badan usaha milik negara/daerah. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 70 Tahun 1971 ini, khusus pada Departemen Keuangan, tugas Inspektorat Jendral dalam bidang pengawasan keuangan negara dilakukan oleh DJPKN.

    C. Badan Pengawasan Keuangan dan Pengembangan
        Dengan diterbitkan Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 tanggal 30 Mei 1983. DJPKN ditransformasikan menjadi BPKP, sebuah lembaga pemerintah non departemen (LPND) yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Salah satu pertimbangan dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 tentang BPKP adalah diperlukannya badan atau lembaga pengawasan yang dapat melaksanakan fungsinya secara leluasa tanpa mengalami kemungkinan hambatan dari unit organisasi pemerintah yang menjadi obyek pemeriksaannya. Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah telah meletakkan struktur organisasi BPKP sesuai dengan proporsinya dalam konstelasi lembaga-lembaga Pemerintah yang ada. BPKP dengan kedudukannya yang terlepas dari semua departemen atau lembaga sudah barang tentu dapat melaksanakan fungsinya secara lebih baik dan obyektif.
    Tahun 2001 dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 103 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah,terakhir dengan Peraturan Presiden No 64 tahun 2005. Dalam Pasal 52 disebutkan, BPKP mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
    Dalam melaksanakan tugas, BPKP menyelenggarakan fungsi :
    1. pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan;
    2. perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan;
    3. koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPKP;
    4. pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan pengawasan keuangan dan pembangunan;
    5. penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga
    Dalam menyelenggarakan fungsi tersebut, BPKP mempunyai kewenangan :
    1. penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya;
    2. perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan secara makro;
    3. penetapan sistem informasi di bidangnya;
    4. pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan, dan supervisi di bidangnya;
    5. penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidangnya;
    6. kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

    INSPEKTORAT JENDERAL
        Yang akan kita bahas di sini adalah Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan yang juga termasuk dalam Aparat Pengawas Internal Pemerintah. Inspektorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Keuangan. Inspektorat Jenderal berdasarkan Pasal 1435 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010 mempunyai tugas melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
        Dalam melaksanakan tugas tersebut, maka sesuai dengan pasal 1436 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010 Inspektorat Jenderal menyelenggarakan fungsi : 

    1. Penyiapan perumusan kebijakan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Keuangan
    2. Pelaksanaan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Keuangan terhadap kinerja dan keuangan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya 
    3. Pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan Menteri Keuangan 
    4. Penyusunan laporan hasil pengawasan di lingkungan Kementerian Keuangan, dan 
    5. Pelaksanaan administrasi Inspektorat Jenderal. 
       Itjen Kemenkeu bertanggung jawab dan melaporkan hasil pekerjaannya kepada Menteri Keuangan Republik Indonesia. Itjen Kemenkeu mempunyai 9 (sembilan) unit Eselon II yang terdiri atas :
    1. Sekretariat Inspektorat Jenderal; 
    2. Inspektorat I;
    3. Inspektorat II ;
    4. Inspektorat III;
    5. Inspektorat IV;
    6. Inspektorat V;
    7. Inspektorat VI; 
    8. Inspektorat VII; dan
    9. Inspektorat Bidang Investigasi
       Itjen Kemenkeu mengawasi unit-unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan. Adapun tugas masing-masing Inspektorat adalah sebagai berikut :
    1.Inspektorat I mengawasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) 
    2.Inspektorat II mengawasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai(DJBC)
    3.Inspektorat III mengawasi Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) dan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU)
    4.Inspektorat IV mengawasi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF)
    5.Inspektorat V mengawasi Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK)
    6.Inspektorat VI mengawasi Sekretariat Jenderal (Setjen), Badan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), serta Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK)
    7.Inspektorat VII mengawasi Inspektorat Jenderal Kemenkeu 
    8.Inspektur Bidang Investigasi melakukan audit investigasi terhadap pegawai di seluruh Unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan 
    Perbedaan Audit Kinerja dan Audit Keuangan 
     Perbedaan antara audit kinerja dan audit keuangan, menurut The Swedish National Audit Office (BPK Swedia) :
    Aspek
    Audit Kinerja
    Audit Keuangan
    Tujuan
    Menilai apakah auditee telah mencapai tujuan atau harapan yang ditetapkan.
    Menilai apakah akun-akun benar dan disajikan secara wajar.
    Fokus
    Program dan kegiatan organisasi.
    Sistem akuntansi dan sistem manajemen.
    Dasar Akademik
    Ekonomi, Ilmu Politik, Sosiologi, dan lain-lain
    Akuntansi.
    Metode
    Bervariasi antara satu proyek dan proyek lainnya.
    Kurang lebih telah terstandardisasi.
    Kriteria Penilaian
    ·     Lebih subjektif.
    ·     Terdapat kriteria yang unik untuk masing-masing audit.
    ·     Kurang subjektif.
    ·     Kriteria untuk semua kegiatan audit.
    Laporan
    ·      Struktur dan isi laporan bervariasi.
    ·      Dipublikasikan secara tidak tetap (ad hoc basis).
    ·      Bentuk laporan kurang lebih terstandardisasi.
    ·      Dipublikasikan secara berkala.

    JENIS AUDIT MENURUT  TUJUAN AUDIT : 
    Selain audit kinerja itu sendiri, ada beberapa jenis audit lagi menurut tujuan auditnya yaitu :

    A. Audit Keuangan
       Audit keuangan adalah audit atas laporan keuangan. Audit (pemeriksaan) keuangan bertujuan untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan, tentang kesesuaian antara laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen (dalam hal ini pemerintah) dengan standar akuntansi yang berlaku (dalam hal ini Standar Akuntansi Pemerintahan/SAP). Hasil dari audit keuangan adalah opini (pendapat) audit mengenai kesesuaian laporan keuangan dengan SAP. Sesuai dengan Undang-Undang 15 Tahun 2004, kewenangan melakukan audit keuangan berada di tangan BPK. APIP tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan audit keuangan atas laporan keuangan instansi pemerintah. Namun demikian, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, APIP berkewajiban melakukan reviu (intern) atas laporan keuangan yang disusun oleh kementerian/lembaga/
    pemerintah daerah. Tujuan pelaksanaan reviu intern tersebut adalah, untuk meyakinkan bahwa penyusunan laporan keuangan instansi pemerintah telah sesuai dengan SAP. Dengan demikian pada waktu diaudit oleh BPK tidak terdapat lagi permasalahan, yang menyebabkan BPK memberikan opini atas laporan keuangan pemerintah selain Wajar Tanpa Pengecualian atau setidaknya Wajar Dengan Pengecualian.

    B. Audit Kinerja (Operasional)
       Audit kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek efektivitas. Dalam melakukan audit kinerja, auditor juga menguji kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan serta pengendalian intern. Audit kinerja menghasilkan temuan, simpulan, dan rekomendasi. Kriteria yang digunakan dalam audit kinerja adalah ekonomis, efisien, dan efektif, karena itu, audit kinerja/operasional lazim dikenal dengan sebutan audit 3E. audit operasional memiliki ciri atau karakteristik antara lain sebagai berikut:
    • bersifat konstruktif dan bukan mengkritik 
    • tidak mengutamakan mencari-cari kesalahan pihak auditi
    • memberikan peringatan dini, jangan terlambat
    • objektif dan realistis
    • bertahap
    • data mutakhir, kegiatan yang sedang berjalan
    • memahami usaha-usaha manajemen (management oriented)
    • memberikan rekomendasi bukan menindaklanjuti rekomendasi


    C. Audit dengan Tujuan Tertentu
       Audit dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan yang tidak termasuk dalam pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja/audit operasional. Dalam jenis audit tersebut termasuk diantaranya audit ketaatan dan audit investigatif. Audit ketaatan adalah audit yang dilakukan untuk menilai kesesuaian antara kondisi/pelaksanaan kegiatan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Audit investigatif adalah audit yang dilakukan untuk membuktikan apakah suatu indikasi penyimpangan/kecurangan benar terjadi atau tidak terjadi. Jadi fokus audit investigatif adalah membuktikan apakah benar kecurangan telah terjadi.

    JENIS AUDIT MENURUT PIHAK YANG MELAKUKAN AUDIT

    A. Audit Intern
       Audit intern adalah audit yang dilakukan oleh pihak dari dalam organisasi auditi. Pengertian organisasi auditi dalam hal ini harus dilihat dengan sudut pandang yang tepat. Organisasi auditi misalnya adalah pemerintah daerah, kementerian negara,lembaga negara, perusahaan, atau bahkan pemerintah pusat. Sebagai contoh, untuk pemerintah daerah, maka audit intern adalah audit yang dilakukan oleh aparat pengawasan intern daerah yang bersangkutan (Bawasda). Sedangkan pada organisasi kementerian negara audit intern, dilakukan oleh inspektorat jenderal departemen dan dalam organisasi pemerintah pusat audit intern dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Audit intern dilaksanakan dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan dalam manajemen. Jadi pelaksanaan audit intern lebih diarahkan pada upaya membantu bupati /walikota /gubernur/menteri /presiden meyakinkan pencapaian tujuan organisasi.

    B. Audit Ekstern
        Audit ekstern adalah audit yang dilakukan oleh pihak di luar organisasi auditi. Dalam pemerintahan Republik Indonesia, peran audit ekstern dijalankan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). BPK menjalankan audit atas pengelolaan keuangan negara (termasuk keuangan daerah) oleh seluruh organ pemerintahan, untuk dilaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Namun demikian, dengan merujuk pembahasan di atas, maka untuk menentukan apakah suatu audit merupakan audit ekstern atau intern harus merujuk pada lingkup organisasinya. Sebagai contoh, audit yang dilakukan oleh BPKP terhadap departemen/lembaga merupakan audit ekstern bagi departemen/lembaga yang bersangkutan, namun merupakan audit intern dilihat dari sisi pemerintah RI.


    Links: