Senin, 25 Februari 2013

TRADE OFF ANTARA EFISIENSI DAN KEADILAN (EQUITY)

Teman-teman pasti sering mendengar kata-kata trade off, efisiensi maupun keadilan. Tetapi kebanyakan kalian tidak tahu apa arti dari masing-masing kata itu. Mari kita bahas satu persatu arti dari 3 kata tersebut kemudian hubungan yang ditimbulkan dari trade off antara efisiensi dan keadilan

Apa sih yang dimaksud dengan trade off, efisiensi atau keadilan?

Pada dasarnya, setiap manusia pernah menghadapi yang namanya trade off. Trade off itu sendiri didefinisikan sebagai ituasi dimana seseorang harus membuat keputusan terhadap dua hal atau lebih, mengorbankan/kehilangan suatu aspek dengan alasan tertentu untuk memperoleh aspek lain dengan kualitas yang berbeda sebagai pilihan yang diambil. Contohnya Pada hari Sabtu, Denta dihadapkan pada 2 pilihan yaitu: pulang kampung atau mengikuti kegiatan seminar mahasiswa Akuntansi. Jika Denta memilih pulang kampung, ia akan bahagia karena dapat melepas rindu dengan keluarganya tercinta. Tetapi, ia juga akan mengeluarkan biaya transportasi sekitar Rp. 50.000,00. Dan jika Denta memilih untuk mengikuti kegiatan seminar, ia akan mendapat wawasan dan pengalaman lebih yang berguna bagi kehidupannya. Dan uang yang dikeluarkan untuk mengikuti seminar sebesar Rp. 20.000,00. Misalkan dalam situasi ini, Denta memilih untuk mengikuti kegiatan seminar. Maka yang dikatakan trade off adalah pilihan untuk pulang kampung, karena pilihan tersebut telah dikorbankan demi mengikuti kegiatan seminar.  

Efisien menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu tepat atau sesuai untuk mengerjakan (menghasilkan) sesuatu (dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga, biaya),  mampu menjalankan tugas dengan tepat dan cermat,  berdaya guna, bertepat guna. Sedangkan efisiensi adalah penggunaan sumber daya secara minimum guna pencapaian hasil yang optimum. Efisiensi menganggap bahwa tujuan-tujuan yang benar telah ditentukan dan berusaha untuk mencari cara-cara yang paling baik untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Efisiensi hanya dapat dievaluasi dengan penilaian-penilaian relatif, membandingkan antara masukan dan keluaran yang diterima. Misalnya suatu pekerjaan dapat dikerjakan dengan cara A dan cara B. Untuk cara A dapat dikerjakan selama 1 jam sedangkan cara B dikerjakan dengan waktu 3 jam. dengan begitu dengan cara A (cara yang benar) baru bisa dikatakan cara yang efisien bila dibandingkan dengan cara B. Efisien lebih kearah melakukan sesuatu dengan benar (do the thing right)

Keadilan menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) berarti sifat perbuatan perlakuan yang adil. Jadi dapat disimpulkan keailan ialah sebagai perlakuan atau perbuatan yang dalam pelaksanaannya memberikan kepada pihak lain sesuatu yang semestinya harus diterimanya. Dalam pengertian itu terkandung makna untuk melaksanakan hak dan kewajiban tanpa mengalami atau adanya paksaan.
Keadilan merupakan suatu hasil pengambilan keputusan yang mengandung kebenaran, tidak memihak, dapat dipertanggung jawabkan, dan memperlakukan setiap orang pada kedudukan yang sama dihadapan hukum. 

Lantas, apa hubungannya trade off antara efisiensi dengan keadilan?

Melihat dari definisi diatas, maka efisiensi sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.  Tetapi bagaimana jika efisiensi menjadi satu konsep dengan keadilan, efisiensi berkeadilan, dan itu ada dalam ranah bangunan perekonomian nasional? Di mana perekonomian nasional yang tercantum dalam sebuah Undang-undang Dasar akan selalu mengandaikan adanya kepentingan nasional di sini?
Problematika antara efisiensi dan keadilan, seperti yang ditunjukkan oleh Arthur M. Okun dalam bukunya Equality and Efficiency: The Big Tradeoff (1975), seperti dikutip oleh Mathis:
“… the antagonism between efficiency and distributive justice as the greatest socioeconomics goal conflict of all, because the concept of efficiency follows the principle of the insatiability of needs: This concept of efficiency implies that more is better, insofar as the ‘more’ consists of items that people want to buy” 
Tetapi di satu pihak, seperti contoh di atas yaitu pengelolaan pelabuhan yang tidak efisien, pada ujungnya adalah juga terkait dengan ketidak-adilan bagi para pengusaha pengguna jasa pelabuhan. Atau contoh lain yaitu penghamburan budget negara untuk pembelian mobil-mobil dinas yang mewah, padahal keperluan perbaikan sekolah-sekolah bagi rakyat masih diperlukan. Dengan mengambil salah satu contoh yang terjadi di Swiss, Klaus Mathis kemudian menarik kesimpulan bahwa efisiensi adalah selalu menjadi salah satu aturan atau bagian dari keadilan.
Banyak aspek yang sebenarnya terkait dengan konsep efisiensi dan konsep keadilan, dan juga problematika di antara keduanya, seperti yang dikatakan oleh Mathis, ada tiga kemungkinan ketika efisiensi dan keadilan yang keduanya mempunyai tujuannya masing-masing, disandingkan, yaitu (1) terjadi harmoni, (2) netral, dan (3) munculnya konflik diantara tujuan-tujuan keduanya. Hal ini ditegaskan oleh Mathis dengan mengutip pendapat Arthur M. Okun:
"[The] tradeoff […] between equality and efficiency […] is, in my view, our biggest socioeconomic tradeoff, and it plagues us in dozens of dimension of social policy. We can’t have our cake market efficiency and share it equally”
Contohnya seandainya anda punya uang 100 ribu rupiah untuk diberikan. Datang ke anda X dan Y yang memerlukan bantuan. X sedang kelaparan, 2 hari tidak makan, dan tidak punya ongkos pulang. Y adalah pedagang pisang goreng yang sedang laris2nya dan membutuhkan tambahan modal. Dengan tambahan 100 ribu Y bisa mendapatkan keuntungan yang signifikan lebih besar sehingga bisa mendapat tambahan dana untuk menghidupi keluarganya. Pertanyaannya: kepada siapa uang itu akan anda berikan? Jika anda berikan pada X, maka anda bersikap "adil". X sangat membutuhkannya saat ini juga, Y masih bisa menunggu (entah kapan). Jika anda berikan pada Y, maka anda memilih efisiensi sebagai dasar keputusan anda. Dengan resource yang sama, Y akan menghasilkan output yang lebih besar dibanding jika uang itu diberikan pada X.
Di sini kita lihat ada trade-off antara efficiency dan equity. Saya tidak hendak membahas mana yang terbaik tetapi hanya ingin menunjukkan bahwa dalam hampir semua hal efficiency itu bekerja berlawanan arah dengan equity (keadilan). Dalam keputusan publik, pemerintah suatu saat berhak memilih equity sebagai
argumen keputusannya. Dalam hal ini tak usah teriak soal efisiensi, minimalkan saja inefisiensinya dan terimalah keputusan itu sebagai keputusan politis negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar